Tiga mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) berhasil meraih Best Innovation dalam National E-Presentation Competition (NEPC). Mereka adalah Ni Luh Ayu WSK, Elda Artamevia, dan Belinda Fidi Madani. Prestasi itu mereka dapatkan melalui gagasan tentang pengoptimalan kebijakan sistem belajar secara offline selama masa new normal pandemi.
Dalam tanya jawab pada puncak acara di Konferensi Mahasiswa Merdeka Belajar (KMMB), ketiganya menjelaskan bahwa ide itu tercetus karena melihat hilangnya aspek fasilitasi sekolah dalam perkembangan sosio-emosional, terutama bagi siswa tingkat sekolah dasar (SD).
Terpangkasnya jam pembelajaran yang hanya berdurasi dua jam dan hilangnya waktu istirahat dalam pembelajaran tatap muka saat pandemi menyebabkan kurangnya interaksi siswa dengan sekeliling. Hal itu dapat mengurangi kemampuan siswa dalam eksplorasi emosi dan pengembangan moral.
“Saat ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memperbolehkan sekolah di zona kuning dan hijau untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. Dengan berbasis pengembangan dari psikologi pendidikan, kami ingin membantu untuk mengoptimalkan kebijakan itu,” terang Elda sebagai perwakilan tim.
Ketiga mahasiswa tersebut menawarkan tiga gagasan baru untuk mencapai pembelajaran efektif dengan tetap memperhatikan aspek sosio-emosional dan protokol kesehatan. Di antaranya, penyampaian mata pelajaran dengan mastery learning model, ice breaking, dan educative playing.
Mastery learning model, menurut Elda, adalah sistem pembelajaran saat guru memulai kelas dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada hari itu. Kemudian, guru menyampaikan materi dengan cara formative assesment untuk melakukan identifikasi dan perbaikan terhadap kemampuan siswa. Tidak hanya itu, tahapan feedback dan melakukan koreksi kepada siswa juga penting dilakukan.
“Tahapan terakhir, guru dapat memberikan enrichment atau pengayaan dengan memberikan tugas secara daring kepada siswa,” terangnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ice breaking merupakan salah satu elemen penting untuk menghidupkan suasana kelas dan meningkatkan engagement. Ketiga mahasiswa itu memberikan beberapa rekomendasi permainan ice breaking yang bersifat fun, tapi tetap memperhatikan physical distancing, seperti Bos Berkata, Tiga Enam Sembilan, dan Menyebut Obyek.
“Sementara itu, educative playing sendiri bertujuan untuk menstimulasi perkembangan anak-anak dan menggantikan jam istirahat sebagai waktu interaksi antarsiswa,” tutupnya.