Pencemaran perairan yang tak kunjung usai di Indonesia semakin meresahkan. Sampah plastik yang menumpuk menurunkan minat wisatawan pergi ke pantai. Penumpukan sampah dan logam berat di kawasan pantai mengakibatkan penurunan kualitas biota laut.

Melalui permasalahan tersebut, dua mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (FPK Unair), yaitu Yolandha Sepiani Nurhanifah dan Reza Istiqomatul Hidayah menggagas inovasi Alat Pendeteksi Kebersihan Laut berbasis internet of things (IoT) dan Alarm Otomatis sebagai Pengontrol Kelestarian Lingkungan Perairan yang disingkat Atlantis.

“Kami sebagai mahasiswa perikanan dan kelautan geram akan adanya permasalahan pencemaran perairan. Oleh karena itu, tercetuslah ide untuk membuat sebuah teknologi yang dapat mendeteksi kebersihan laut berbasis internet of things dengan nama produk Atlantis,” ujar Reza selaku ketua tim.

Inovasi gagasan tersebut berhasil menyabet juara I Tingkat Nasional Kategori Lomba Inovasi Produk Festival Inovasi dan Kreativitas Mahasiswa 2020 Universitas Khairun Ternate. Reza menjelaskan Atlantis bergantung pada internet.

Cara kerjanya menggunakan kamera digital yang digunakan untuk memvisualisasi keadaan laut, kemudian merekam dan mengirimkan sinyal pada mikrokontroler berupa Arduino UNO yang disambungkan dengan tampilan liquid crystal display (LCD). Lalu dihubungkan pada komputer untuk mendeteksi sampah plastik dan logam berat yang terkandung di dalam perairan.

Secara bersamaan, saat LCD menampilkan data kondisi perairan laut, terdapat alarm otomatis yang akan berbunyi dan menyala sesuai tingkatannya. “Hijau untuk normal, kuning untuk waspada, dan merah untuk bahaya,” ungkap mahasiswa Akuakultur angkatan 2017 tersebut.

Warna lampu hijau, kuning, dan merah itu, lanjut Reza, memiliki batas toleransi di dalam perairan. Jadi, alarm akan berbunyi setiap 30 hari sekali guna memonitoring kondisi perairan laut.

Reza berpesan, mahasiswa untuk tidak takut memulai hal baru dan mengeksplorasi alam dengan luas. “Yuk, sama-sama peka dengan lingkungan setempat. Karena kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi?” pungkasnya. (*)