Interferometer Mach Zehnder menjadi salah satu peranti praktikum di Laboratorium Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair). Peranti ini sering digunakan untuk praktikum dalam bidang optik untuk menentukan variasi pergeseran fasa relatif dengan memisahkan cahaya dari satu sumber.
Dalam perkembangannya, Herri Trilaksana SSi MSi PhD, dosen Fisika Unair, mencoba memberikan inovasi kepada mahasiswa terkait pemanfaatan Interferometer Mach Zehnder. Yakni, sebagai peranti untuk menentukan kadar logam berat dalam air.
“Untuk memberikan inovasi kepada mahasiswa bagaimana membuat sesuatu yang baru dari peralatan pengajaran atau pendidikan yang sudah ada, menjadi sesuatu yang meningkat kapasitasnya. Yaitu membuat peralatan yang berskala pendidikan menjadi layak untuk menjadi peralatan berskala penelitian,” katanya.
Terbagi dua proses
Penelitian yang sudah berjalan sejak pertengahan 2019 tersebut dibagi dalam dua sisi yang berbeda. Pertama, didasarkan pada pembangunan sistem instrumen yang menggunakan perangkat mikrokontroler arduino untuk memerintah peralatan Mach Zehnder Interferometer.
“Bagian ini sudah selesai dilakukan dan sudah selesai diujikan untuk sampel sintetik pada level laboratorium,” jelas Kepala Departemen Fisika tersebut.
Lendy Pradhana Hartono, salah satu mahasiswa yang turut andil dalam penelitian, mengatakan, interferometer yang membagi berkas cahaya (laser) dari satu sumber tersebut dilewatkan sesuatu yang ingin disensor. Kedua berkas itu disatukan kembali dan mengalami perubahan lintasan dan didapati superposisi (penggabungan) antara dua berkas menjadi berbeda.
“Di penelitian ini, salah satu berkas dilewatkan ke cairan yang kita kotori dengan substansi kadmium. Ketika ada konsentrasi kadmium yang exist, superposisinya akan berubah. Hasil superposisi membentuk frinji atau gambar bulat yang akan berubah atau berkedip. Perubahan frinji ini yang dianalisis,” jelas Lendy.
Hasil matematis antara kedipan frinji didapatkan hasil indeks bias. Indeks bias itu yang akan menentukan apakah sampel itu benar-benar air murni atau ada pengotor di dalamnya. Sementara itu, sisi kedua berada pada bagian aplikasi untuk analisis sampel lingkungan.
Pengujiannya dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan konsentrasi 0.5–5 ppm (parts per million) yang setiap konsentrasi diuji 5 kali.
Menggandeng universitas luar negeri
Untuk tata laksana penelitian, Herri menjelaskan, sementara ini belum melibatkan laboratorium di luar Departemen Fisika. Hal itu karena masih memfokuskan pada instrumentasi elektroniknya.
Selanjutnya, akan dilakukan kolaborasi dengan beberapa laboratorium kimia untuk menguji reliability dari hasil pengujian yang dilakukan. Sejauh ini, hasil penelitian tersebut sudah berkolaborasi dengan Prof Kenneth Grattan di City, University of London, Inggris.
Herri berharap adanya peralatan Mach Zehnder Interferometer berbasis arduino itu dapat dilakukan pengukuran sampel yang lebih murah terhadap metode yang sudah ada dengan ketelitian yang sama atau lebih tinggi dari yang sudah ada.
“Harapan kedua adalah kami akan mampu memodifikasi beberapa peralatan di lab photonics yang semula hanya berada pada level pembelajaran menjadi layak untuk menjadi peralatan yang layak untuk digunakan dalam penelitian,” terang dosen yang berfokus bidang optika tersebut. (*)