Salah seorang mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) sedang menjalani program exchange di Korea Selatan. Dia adalah Muhammad Fuad Izzatul Fikri yang merupakan mahasiswa angkatan 2017.
Fuad—sapaan akrabnya—berangkat ke Korea Selatan pada Agustus 2020. Keberangkatannya menuju Jeonbuk National University, Korea Selatan, sekaligus menjadi satu-satunya delegasi Ksatria Airlangga di Negeri Ginseng.
“Korea Selatan kerap menjadi negara rujukan oleh peneliti budaya populer. Hal tersebut menjadi alasan akademis yang menarik terkait keberangkatan saya menjalani exchange,” ungkapnya, Jumat (8/1/2020).
Sistem pendidikan Korea, lanjut Fuad, merupakan perwujudan sistem pendidikan mutakhir yang sangat rapi, kondisi masyarakat yang suportif, dan pengajar yang memberikan komentar yang membangun. Selain itu, hidupnya budaya Korea yang notabene masih terasa asing membuat Fuad harus tanggap dalam beradaptasi.
Bahkan, dia mengaku harus ekstra hati-hati dalam memilih makanan untuk dikonsumsi dengan memperhatikan kehalalannya. Di Korea Selatan, Fuad mengaku mulai menyadari pentingnya membangun jejaring internasional dan meraup sebaik mungkin international exposure.
Selain itu, Fuad mengaku banyak mempelajari iklim pendidikan, sosial, politik, dan budaya masyarakat. Hal yang menarik adalah upaya masyarakat dalam beradaptasi pada setiap kondisi, terutama musim dingin bersalju yang menyelimuti Korea Selatan.
“Kalau dilihat dari foto, salju itu bagus dan estetik. Namun, belakangan banyak pemberitaan kecelakaan akibat dari salju. Jadi, saya belajar bahwa estetika juga dapat membahayakan, maka harus hati-hati,” kata peraih medali emas pada PIMNAS 2020 itu.
Fuad mengaku, suhu di Jeonju sempat mencapai minus 20 derajat celsius. Sebagai orang tropis, dia sempat kewalahan dan kaget. Oleh karena itu, sembari menunggu jadwal kepulangan ke Indonesia, Fuad memutuskan berpindah ke Busan, mengingat suhu Busan relatif lebih hangat daripada Jeonju.
Di Busanlah Fuad menemukan keunikan lagi. Dia menemui dialek-dialek khas warga asli Busan yang disebut dengan satori. Dalam bahasa Korea, satori menarik untuk didengar, terutama dari warga lokal Busan. Dari hal itu, Fuad belajar untuk membandingkan dialek nasional Korea Selatan dengan dialek daerah.
“Menjalani exchange di negara dengan beda kultur harus memiliki kesiapan mental dalam beradaptasi. Selain itu, kemauan untuk menyatu dan memahami budaya dengan masyarakat setempat akan menjadi kunci yang memudahkan dalam bertahan,” imbuhnya.
Untuk mahasiswa yang berminat mengikuti exchange, Fuad berpesan agar mempersiapkan diri sebaik mungkin. Sebab, menjadi mahasiswa pertukaran itu memerlukan syarat yang tidak mudah. Selain itu, pemahaman terhadap gaya hidup dan budaya negara tujuan harus dipelajari.