Menurut penelitian Homewood Health United Kingdom, 47 persen perempuan berisiko tinggi mengalami gangguan mental dibanding dengan 36 persen pria. Perempuan hampir dua kali lebih mungkin didiagnosis depresi dibandingkan dengan pria. Mengikuti fakta tersebut, mengapa perempuan menjadi kelompok paling rentan mengalami kesehatan mental?

Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Dr Ike Herdiana MPsi menyebut bahwa perempuan sering kali menghadapi banyak faktor pemicu masalah kesehatan mental. Dalam ranah domestik, perempuan lebih banyak terlibat dalam pengasuhan anak dibandingkan pria. Begitu pula dengan peran perempuan yang sering mengambil tanggung jawab jika ada keluarga yang mengalami kecacatan atau lanjut usia.

“Kultur masyarakat kita selalu membebankan pengasuhan anak pada perempuan saja. Padahal, pengasuhan itu tugas sangat berat yang seharusnya dilakukan secara seimbang oleh ibu dan ayah. Hal ini penting karena tidak hanya terkait kesetaraan peran, tetapi juga tumbuh kembang anak,” terang Ketua Program Studi Magister Psikologi Unair tersebut.

Perempuan yang memiliki tanggung jawab lebih seperti itu umumnya akan mudah mengalami kecemasan dan depresi. Kedua, perempuan cenderung hidup dalam kemiskinan dibandingkan dengan pria. Fakta tersebut menimbulkan rasa tidak aman serta terisolasi.

Faktor lainnya adalah kenyataan bahwa kasus kekerasan maupun pelecehan seksual hampir selalu terjadi pada perempuan dan anak-anak. Perempuan yang mengalami pengalaman traumatis lebih rentan terkena post-traumatic stress disorder (PTSD) dan dampak mental jangka panjang.

Sementara itu, lingkungan yang diskriminatif dan tidak ramah juga mampu memengaruhi kesehatan mental. “Kita masih menemui banyak stigma pada perempuan. Perempuan yang bekerja larut malam atau memakai pakaian berbeda sering menjadi sasaran stigma,” paparnya dalam webinar Kartini Masa Kini pada Minggu (25/4/2021).

Situasi lain tidak menguntungkan bagi perempuan adalah tuntutan lingkungan, khususnya beauty standard. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 80 persen perempuan pernah mengalami gangguan makan akibat stres maupun keinginan untuk diet. Hal tersebut dapat memicu eating disorder hingga masalah mental lain.

Tingginya risiko akan gangguan kesehatan mental tersebut membuat Ike mendorong para perempuan untuk lebih terbuka. Hal itu bisa dimulai dengan terlibat pada kegiatan support group maupun mencari sumber dukungan dari keluarga dan orang terdekat.

“Jika kalian tidak bisa mendapat dukungan tersebut, segera hubungi profesional. Lakukan juga kegiatan yang kalian sukai dan mampu meningkatkan mood positif. Cintailah diri Anda sendiri,” saran Ike.

Melalui kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, Ike meyakini perempuan akan mampu menjadi pribadi positif yang memiliki tujuan, optimisme, kepercayaan diri, pemikiran positif, serta penghargaan tinggi pada diri sendiri.

Unair merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia yang memiliki pakar psikologi untuk menuntaskan berbagai permasalahan, khususnya pada perempuan. Untuk mengenal Unair lebih dekat, klik unair.ac.id. (*)