Laju imigran India yang berusaha melarikan diri dari negaranya akibat tsunami Covid-19 menjadi perhatian besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Apalagi pada Rabu (21/4/2021) lalu, pemerintah menyatakan ada 153 warga negara asing (WNA) India yang masuk ke Indonesia, yang menurut perkembangan terbaru, 49 orang di antaranya positif Covid-19.

Pakar Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) I Gede Wahyu Wicaksana SIP MSi PhD menyoroti peran imigrasi dalam situasi ini. Wahyu menyebut bahwa imigrasi sebenarnya menjadi salah satu garda terdepan keamanan nasional pada masa pandemi.

“Akan menjadi masalah kalau pihak imigrasi, termasuk pemerintah kurang mempertegas kebijakan di perbatasan. Apalagi sekarang varian baru mutasi ganda B.1.617 dari India telah masuk ke Indonesia. Belum lagi varian lain asal Inggris dan Afrika Selatan,” jelasnya.

Wahyu melihat imigrasi Indonesia masih tergolong lemah dibandingkan dengan negara lain. Singapura dan Malaysia, misalnya, menerapkan kebijakan imigrasi sangat ketat, menolak WNA India. Dubai yang masih memberi excuse pada WNA India, tetap melakukan screening yang sangat selektif.

Meski pemerintah Indonesia berusaha menjaga perputaran roda perekonomian, Wahyu mengingatkan bahwa hal tersebut tidak bisa menjadi alasan imigrasi untuk mengendurkan penjagaannya.

“Sebenarnya kankita sudah punya peraturan dan mekanisme sanksi bagaimana mencegah migrasi warga negara asing. Namun, masalahnya ada di implementasi yang masih sering tidak konsisten dan tidak mengikuti aturan yang ada,” terangnya.

Salah satunya terlihat pada kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum di bandara yang meloloskan tiga orang asal India tanpa karantina dengan imbalan uang. Begitu pula dengan pemerintah yang kurang tanggap menerbitkan larangan kedatangan WNA India.

Oleh karena itu, ancaman keamanan kesehatan nasional sebenarnya berawal dari masalah intrinsik negara. “Daripada kedatangan WNA India, sebenarnya pemerintah harusnya lebih berfokus pada penguatan kebijakan dan perketatan penjagaan imigrasi di lapangan,” imbuh Wahyu.

Wahyu juga mengingatkan agar aparat pemerintah tetap memegang kode etik, khususnya di tengah banyak isu penyalahgunaan wewenang aparat untuk kepentingan pribadi. Langkah antisipatif pun juga harus ditingkatkan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Apalagi mengingat karakteristik populasi Indonesia dan India yang hampir sama. Jumlah populasi yang besar, kesadaran yang rendah, serta fakta akan aktivitas mudik yang akan segera datang harus menjadi perhatian besar.

“Keamanan di perbatasan tidak bisa ditawar lagi. Laju warga negara asing yang berpotensi mengancam harus ditahan tanpa kompromi karena ini menyangkut keamanan masyarakat secara nasional,” tandasnya.

Selama ini, pemerintah Indonesia sendiri memang masih memperbolehkan kehadiran WNA yang memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) maupun diplomat sesuai dengan Permenkumhan Nomor 26 Tahun 2020 Tetang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Hal ini sempat menjadi polemik meski pemerintah kini telah menghentikan sementara penerbitan visa bagi WNA India.

Unair ebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia, berkomitmen mendorong sivitas akademika untuk berkontribusi kepada masyarakat luas. Ingin mengenal Unair lebih dekat? Klik unair.ac.id. (*)