Yuliati telah lama dikenal sebagai seorang aktivis Indonesia yang memperjuangkan kesetaraan gender, perlindungan dan pemberdayaan anak-anak. Perjuangan itu pula yang membuka jalan Yuliati. Ia dipilih oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai salah satu anggota International Visitor Leadership Program (IVLP).
“Pemerintah Amerika Serikat memilih Kedutaan dan Kontrol Konsulat memilih tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pemimpin atau pemimpin alternatif di komunitas maupun institusi pemerintah. Saya mengikuti program ini (IVLP, Red) pada tahun 2016 Bulan Februari sampai April,” jelasnya dalam wawancara (17/11/2021).
Yuliati sendiri kerap mendapat julukan sebagai ibu dari anak-anak jalanan. Titel itu didapatkan bukan tanpa sebab.
Mulanya, pada 1998, Yuliati bersama empat mahasiswa FISIP lain mendirikan organisasi sosial bernama Yayasan Arek Lintang (Alit) di Surabaya. Hingga 23 tahun berlangsung, kini, Alit telah memiliki delapan kantor cabang di delapan kabupaten/kota di tiga provinsi.
Yuliati mengatakan, Alit saat ini mendampingi lebih dari 1.400 anak. Namun, total ada lebih dari 10.000 anak sejak tahun 1998.
“Program-program kami telah diakses oleh banyak masyarakat di seluruh Indonesia. Bahkan, sejumlah lembaga donor dan lembaga internasional turut mengakses beberapa modul yang kami ciptakan,” timpalnya.
Salah satu program terbaru yang Yuliati gagas Dewa Dewi Rama Daya yang merupakan singkatan dari desa wisata agro desa wisata industri ramah anak dan berkebudayaan.
Ia menjelaskan, program itu selain mendukung Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Pemulihan Ekonomi sekaligus menggemakan bahwa industri pariwisata harus tetap ramah anak. Program itu, sambungnya, telah berjalan dan memasuki 12 desa di 3 provinsi.
Atas kerja kerasnya, sederet penghargaan berangsur-angsur ia terima. Salah satunya, gelar Entrepreneur of the Year oleh Ernst & Young yang tersemat padanya 2012 lalu. Yuliati juga pernah didapuk sebagai salah satu dari dua alumni Indonesia terbaik IVLP pada 2020.
“Saya juga turut menyumbangkan dua pasal dalam perumusan International Child Protection Law yang diinisiasi oleh Johns Hopkins University Amerika Serikat pada 2005 dan 2010. Terutama mengenai perlindungan anak-anak dari pekerja-pekerja domestik,” tuturnya.
Dua tahun lagi, genap 25 tahun perjuangan Yuliati bersama Alit. Ia berharap dapat menyelesaikan tugasnya sebagai Direktur Eksekutif dan segera pensiun. Meski demikian, ia ingin terus mengembangkan diri di dunia edukasi.
Unair merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia yang senantiasa mendorong sivitas akademikanya untuk senantiasa berprestasi. Untuk mengetahui lebih jauh prestasi apa saja yang telah dihasilkan mahasiswa, dosen, dan alumni Unair lainnya, kunjungi laman unair.ac.id. (*)