Dalam konstruksi gender tradisional, ranah domestik rumah tangga masih didominasi oleh perempuan. Bahkan, meski peringatan emansipasi wanita telah berjalan berdekade lamanya, tuntutan perempuan untuk hadir sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam pengasuhan anak nyatanya masih subur berkembang di masyarakat.
Padahal, pola pengasuhan anak yang tepat seharusnya tidak hanya melibatkan ibu, tetapi juga ayah. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Pakar Psikologi Anak Universitas Airlangga (Unair) Ika Yuniar Cahyanti MPsi Psikolog dalam webinar Kartini Masa kini pada Minggu (25/4/2021).
Menurut Ika, peran seorang ayah sangat penting untuk membentuk beberapa pola pemikiran yang penting bagi masa depan anak. Pertama, kehadiran figur ayah mendorong anak untuk mencoba hal-hal baru yang membentuk kemandirian.
Ika juga mempercayai bahwa kehadiran lebih dari seorang ayah dalam pola pengasuhan akan membentuk pribadi anak yang lebih tangguh. “Karakter ayah umumnya lebih imajinatif dan menyukai tantangan. Berbeda dengan karakter Ibu yang cenderung lebih perhatian dan berhati-hati,” jelasnya.
Untuk itu, pola pengasuhan yang tepat menurut Ika adalah otoritatif atau seimbang. Artinya, pengasuhan harus bersifat demokratis di mana anak maupun orangtua saling mempraktikkan sikap saling bertanya, memberikan usulan, maupun menyampaikan pendapat.
“Meski anak masih kecil, punya pendapat imajinatif yang tidak masuk akal, kita harus tetap menghargai pendapat dan pemikiran mereka. Ini penting agar kelak anak memiliki mentalitas dan kepercayaan diri,” imbuhnya.
Selain itu, penghargaan orangtua terhadap pemikiran anak juga mendorong mentalitas problem solver sang anak pada masa depan. Pada sisi lain, pengasuhan juga harus mengajarkan nilai-nilai disiplin waktu, tanggung jawab, serta norma-norma yang berlaku dalam kehidupan.
“Nilai-nilai yang mengandung ketegasan dan keteraturan semacam itu akan sangat mampu diterima anak apabila melibatkan peran ayah yang menjadi contoh dan teladan sehingga secara tidak langsung anak akan mengikuti dan terbiasa dengan karakter tersebut,” urainya.
Lebih jauh, Ika juga mendorong orangtua untuk mengajarkan lima kata “ajaib”, yakni maaf, tolong, salam, permisi, dan terima kasih. Meski hanya kata-kata sederhana, apabila diterapkan, mampu membentuk budi pekerti anak.
Di atas itu semua, Ika juga mengingatkan pentingnya keseimbangan pola pengasuhan asah, asih, dan asuh. Asah berarti stimulasi tumbuh kembang, asih berarti kasih sayang dan perhatian, sementara asuh terkait sandang pangan papan.
Selain membahas strategi pengasuhan anak, webinar tersebut juga menghadirkan praktisi dan ahli yang membahas perempuan dalam isu korupsi, media framing, krisis dan kesehatan mental, serta peran lelaki dalam emansipasi.
Unair merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia yang mendukung peran peran perempuan dalam emansipasi. Untuk mengenal Unair lebih dekat, kunjungi unair.ac.id. (*)