Gempa berkekuatan cukup besar mengguncang Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, dalam 2 hari berturut-turut. Gempa pertama terjadi dengan kekuatan M 5,9 pada Kamis (14/1/2021) pukul 14.45 WITA. Berikutnya, gempa dengan kekuatan yang lebih besar terjadi keesokan harinya, Jumat (15/1) dini hari, pukul 02.28 Wita.
Merespons bencana tersebut, Universitas Airlangga (Unair) bergerak cepat mengirimkan Tim AJU I Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga untuk membantu penanganan dampak gempa. Terutama terkait penambahan personel medis.
Sekretaris Yayasan Ksatria Medica Airlangga (YKMA/pengelola operasional RST) Dr Suwaspodo Henry Wibowo SpAnd MARS, mengatakan, Tim AJU I langsung dikomando Direktur RSTKA dr Agus Hariyanto SpB mengirimkan kurang lebih 18 dokter.
“Mereka terdiri atas 2 apoteker, 2 dokter bedah, 2 dokter anestesi, 4 dokter umum, 4 perawat umum, 2 perawat anastesi, dan 2 perawat bedah operasi,” katanya, Sabtu (16/1).
Tim AJU 1 juga bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur dan IDI Surabaya. Mereka diminta hadir menggantikan fungsi rumah sakit di lokasi bencana yang sudah tidak bisa beroperasi.
Kapal RSTKA berangkat dari Surabaya Minggu (17/1) dini hari. Dibutuhkan waktu 3 hari untuk sampai ke Makassar.
“Melihat situasinya yang darurat, tim harus segera ke sana. Kita berkoordinasi dengan Tim Bencana Kemenkes. Kapal kita diminta hadir di sana. Rumah sakit di sana banyak yang tidak beroperasi,” jelas Henry.
Membuka Jalan
Terlebih kondisi lapangan yang belum diketahui, Tim AJU I bakal menjadi pionir medis untuk membuka jalan ke lokasi. Menurut Henry, tim juga bertugas melakukan survei lokasi bencana dan mendata kebutuhan yang masih kurang di lapangan. Berikutnya, Tim AJU I berkoordinasi dengan Rumah Sakit Dr Soetomo dan Rumah Sakit UNAIR.
“Tim AJU I akan menyurvei kondisi lapangan, informasi tempat berlabuh kapal, dan kebutuhan apa saja yang diperlukan di sana,” jelasnya.
Tim AJU 1 mempersiapkan kebutuhan medis, logistik, dan bantuan lain selama 2 minggu. Di tengah pandemi Covid-19, tim bekerja sama dengan rumah sakit lapangan untuk memeriksa perawat terlebih dulu.
Kemudian, tim membawa peralatan safety lebih dari seribu pemeriksaan swab antigen, alat pelindung diri (APD) hazmat, peralatan laboratorium, masker N95, dan hand sanitizer. Termasuk membawa lima tenda besar ukuran 4 x 8 meter yang dikhususkan untuk memisahkan pasien yang aman dan sebagai tempat istirahat tim. Selain itu, tim membawa bantuan logistik makanan, pakaian, dan buku untuk anak-anak di sana.
Libatkan mahasiswa
Henry berharap mendapat dukungan maupun bantuan semua pihak. Termasuk fakultas di Unair. “Kita membutuhkan mahasiswa, terutama mahasiswa perikanan dan kesehatan masyarakat sebagai trauma healing-nya masyarakat pesisir.”
Kehadiran mahasiswa, sebut henry, sangat dibutuhkan. Pendidikan anak-anak pesisir di sana jangan sampai terhenti.
“Saat ini, situasinya untuk kapal dan tim kami berangkat berlayar serta pandemi masih berat. Kami akan tetap berusaha untuk sampai di sana dengan aman. Kami minta dukungan, doa, dan partisipasi dalam bentuk apa pun untuk saudara kita di sana,” pungkas Henry. (*)