Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Tepatnya melalui Keputusan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit No. HK.02.02/4/1/2021. Seperti yang tertuang dalam ketentuan tersebut, penyintas Covid-19 ternyata tidak mendapat vaksinasi.
Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) Dr Dominicus Husada dr DTM&H MCTM(TP) SpA(K) memberikan penjelasan. Ia mengatakan, mantan penyintas Covid-19 memiliki antibodi yang membuat mereka bertahan.
Selain itu, lanjutnya, jumlah vaksin yang terbatas juga menjadi pertimbangan. Oleh karena itu, vaksinasi harus didahulukan bagi mereka yang belum memiliki antibodi (belum pernah terjangkit Covid-19).
Tambahnya, yang pernah terjangkit Covid-19 tidak termasuk dalam sasaran vaksinasi. “Karena dianggap sudah memiliki antibodi, jadi tidak perlu. Untuk apa dibangkitkan, antibodinya, kan, sudah ada,” ujarnya, Minggu (17/1/2021).
Lalu, bagaimana jika vaksin diberikan pada orang yang tidak menyadari bahwa dirinya pernah terinfeksi Covid-19? Dominicus menjelaskan, hal itu aman dan tidak berbahaya. Bahkan, menurut Dominicus, vaksinasi dapat menambah tinggi antibodi.
“Tidak perlu cemas jika ternyata pernah terinfeksi Covid-19 dan terlanjur divaksin. Itu baik-baik saja, tidak perlu takut. Malah bisa jadi tambah bagus karena menjadi seperti booster,” tekan dosen FK Unair itu.
Ia menerangkan, pada dasarnya, sistem imun tubuh akan aktif saat pertama kali terpapar Covid-19. Dalam sistem tersebut, terdapat salah satu komponen yang bertugas mengingat. Jika suatu saat virus yang sama datang kembali, bagian ingatan akan membangkitkan sistem imun dalam waktu singkat.
Pada orang yang pernah terjangkit Covid-19, lanjutnya, bagian ingatan itu saat ini aktif sehingga begitu Covid-19 menyerang kembali, bagian ingatan tersebut segera ingat dan siaga.
“Divaksin, dalam tanda kutip, artinya sama dengan sakit lagi. Jadi, kalau dia sudah pernah kena, tapi tidak ketahuan, sebenarnya bagian ingatannya dia sudah aktif. Begitu divaksin, hasilnya jauh lebih tinggi, jadi tidak dirugikan,” terangnya.
Sementara itu, jika vaksinasi diberikan ketika antibodi sedang tinggi, sering kali vaksin yang masuk dihalangi sehingga hasilnya lebih rendah. Meski begitu, ia menilai kondisi tersebut tidak membahayakan.
Dominicus menyebutkan, antibodi Covid-19 dapat menurun bahkan hilang. Sejauh ini tercatat, antibodi Covid-19 yang bertahan paling lama telah memasuki bulan kedelapan.
“Hilangnya kapan juga kita belum tahu. Namun, pada penyakit yang mirip, korona, tapi bukan Covid-19, itu biasanya tidak lama, 3 sampai 4 bulan,” pungkasnya. (*)