Setelah melalui proses panjang, Prof Dr Titiek Berniyanti drg MKes dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga (FKG Unair) pada Rabu (30/12/2020). Dalam orasi ilmiahnya, Guru Besar aktif ke-31 FKG Unair itu menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul “Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Kedokteran Gigi”.

Pada pidatonya, Prof Titiek menjelaskan bahwa bidang kedokteran gigi didedikasikan untuk mempromosikan dan meningkatkan kesejahteraan rongga mulut. Oleh karena itu, dokter gigi menggunakan berbagai peralatan, salah satunya logam berat dan limbah medis yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan.

“Limbah berbahaya seperti menggunakan logam pada kedokteran gigi diketahui dapat memberikan efek merugikan pada kesehatan manusia,” jelasnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof Titiek terkait biomarker pada teknisi gigi yang bekerja lebih dari dua tahun dengan logam, ditemukan tingkat kadar logam chrome cobalt dan nikel yang signifikan. Kadar logam dalam tubuh tersebut berpengaruh pada kesehatan individu, seperti kerusakan hati, ginjal, pernafasan, hingga kanker dan mutagenesitas.

Profesor yang tercatat sebagai guru besar ke-515 sejak Unair berdiri tersebut mengatakan, biomarker digunakan sebagai indikator keterpaparan efek dan atau kerentanan sensitivitas biologis individu atau subpopulasi pada paparan tertentu. Oleh karena itu, diharapkan individu tidak melampaui penanda tersebut sebelum tanda-tanda klinis muncul sehingga dapat dilakukan pengobatan secara dini.

“Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, saya mengira biomarker dapat digunakan sebagai indikator kuantitas paparan virus yang dialami tenaga kesehatan,” lanjutnya.

Prof Titiek menjelaskan, proses penyebaran virus yang melalui droplet dan aerosol pasien erat kaitannya dengan kondisi lingkungan di sekitar pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Jika ada seseorang yang terinfeksi virus penyebab penyakit Covid-19, lingkungan di sekitarnya akan tercemar dan mengandung virus.

“Orang sehat ketika berada pada lingkungan tercemar virus tersebut, maka akan sangat berpotensi terinfeksi Covid-19,” jelas Prof Titiek.

Prof Titiek melanjutkan, teori kesehatan lingkungan dirasa relevan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Hal tersebut karena teori kesehatan lingkungan menilai, mengoreksi, mengendalikan, dan mencegah paparan agen virus Covid-19 yang berpotensi merugikan kesehatan manusia.

Rekayasa lingkungan

Terdapat lima aspek kajian pada teori tersebut, yaitu epidemiologi lingkungan, toksikologi lingkungan, rekayasa lingkungan, hukum lingkungan, dan kedokteran.

“Karena lingkungan yang tercemar virus Covid-19, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh orang lain adalah menghindari lingkungan tersebut,” terangnya.

Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah merekayasa lingkungan agar bersih dari cemaran dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, atau bahkan lockdown. Namun, upaya tersebut membatasi pergerakan orang dan berdampak pada berbagai bidang kehidupan, salah satunya kegiatan medis perawatan gigi.

“Prosedur perawatan gigi akan menghasilkan droplet dan aerosol dari mulut pasien sehingga jika tidak melakukan rekayasa lingkungan, ruang praktik dokter berisiko tercemar Covid-19,” ucap Prof Titiek.

Rekayasa ruang praktik dokter gigi dapat dilakukan dengan pemasangan purifier udara untuk menyaring virus yang terbawa oleh droplet dan aerosol. Kemudian juga dapat dilakukan dengan pemasangan purifier sinar UV, ionizer, atau hepafilter untuk mengurangi konsentrasi droplet dan aerosol yang mengandung virus.

“Dengan rekayasa lingkungan di tempat praktik, semoga kolega dokter gigi dapat kembali praktik dengan rasa aman, begitu pula pembelajaran di FKG Unair yang terhenti selama dua semester ini dapat berjalan kembali,” terangnya.

Pada akhir pidato, Prof Titiek berharap penanggulangan Covid-19 dapat berkembang pada titik masyarakat dapat kembali hidup normal. Pendidikan dan pembelajaran klinik pun dapat dilaksanakan kembali dengan aman.

Sebagai informasi, sebelum dikukuhkan sebagai Guru Besar Unair, Prof Titiek telah mengenyam pendidikan sebagai S-1 FKG Unair yang lulus pada 1984. Ia melanjutkan studi S-2 pada Program Studi Kesehatan Lingkungan Unair dan lulus pada 1995. Terakhir, Prof Titiek melanjutkan studi S-3 di Ilmu Kedokteran Unair yang lulus pada 2005. (*)