Pandemi Covid-19 dan revolusi industri 4.0 saat ini memberikan tantangan tersendiri bagi para lulusan baru dan pencari kerja. Penggunaan teknologi untuk menjaring karyawan baru mulai diterapkan oleh berbagai perusahaan dan organisasi. Mulai dari seleksi administrasi, wawancara, psikotes, hingga leaderless group discussion (LGD) dilakukan secara daring.

Lukitariani atau Luki, alumnus Psikologi Universitas Airlangga (Unair) yang kini menjabat Head of Talent Acquisition PT Pegadaian (Persero) menjelaskan, saat ini, tidak sedikit perusahaan menggunakan sistem ATS atau sistem pelacakan pelamar untuk menjaring pelamar yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Melalui sistem tersebut, perusahaan dapat melakukan skrining dengan mudah untuk mendapat calon karyawan yang sesuai kualifikasi.

“Misal kita ingin mengambil lulusan Unair atau yang memiliki pengalaman leadership saja, sistem akan langsung melakukan skrining untuk memilih pelamar yang sesuai dengan ketentuan tersebut,” jelas Luki.

Ada sejumlah tips dari Luki bagi para pelamar kerja agar dapat diterima oleh perusahaan atau organisasi yang dituju. Berikut ini enam di antaranya.

1. Perhatikan kualifikasi

Hal pertama yang perlu diperhatikan oleh para pelamar kerja adalah kualifikasi yang diinginkan perusahaan. Memastikan bahwa syarat dan kualifikasi tersebut sesuai dengan kondisi calon pelamar.

“Sayang kalau mengirim lamaran ke banyak perusahaan, tetapi belum tentu sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan oleh perusahaan,” terang Luki.

Setelah memahami kualifikasi dan sesuai dengan kondisi, pastikan untuk melengkapi berkas ketika melamar. Jika melampirkan sertifikat yang dimiliki, hal ini juga akan menjadi poin pertimbangan tersendiri.

2. CV yang menonjol

CV yang menonjol tidak terkait dengan bentuk yang berbeda dari pelamar kerja yang lain. Namun, terkait dengan poin-poin informasi dalam CV yang dapat membuat recruiter tertarik. Ketika menggunakan sistem ATS, poin-poin dalam CV tersebut juga menjadi bahan sistem melakukan skrining untuk mencari calon pelamar yang sesuai dengan permintaan perusahaan.

“Ketika memiliki pengalaman magang misalnya, jangan hanya dituliskan tempat magangnya, tetapi juga tuliskan tugas dan tanggung jawab yang diemban selama magang,” kata Luki.

Informasi tersebut perlu dicantumkan agar recruiter tidak menebak-nebak dan mengira bahwa magang yang dilakukan hanya mengantarkan surat atau hal lain yang kurang berkesan. Padahal, banyak mahasiswa yang terlibat dalam proyek bagus ketika melakukan magang.

Selain itu, penting melampirkan achievement ketika mengikuti lomba. Tidak harus juara 1, 2, atau 3, juara harapan juga akan menjadi pertimbangan bagi para recruiter karena menunjukkan bahwa pelamar merupakan orang yang mau berjuang dan tidak mudah menyerah untuk mendapat juara tersebut.

“Pelamar model seperti itu (memiliki achievement) pasti model orang yang tangguh,” ucapnya.

3. Jujur dan menjadi diri sendiri

Setelah lolos tahap administrasi dan memasuki tahap wawancara, hal yang perlu diperhatikan oleh pelamar adalah berlaku jujur dan menjadi diri sendiri. Berlaku jujur yang dimaksud adalah tidak berbohong, terlebih ketika ditanyai mengenai kelemahan.

Sebagai contoh, ketika ditanya apakah pernah melanggar peraturan lalu lintas, jawab saja jujur, pernah seperti ketika naik sepeda motor tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Karena ketika kita latihan sepeda motor saja, itu sudah melanggar peraturan karena tidak memiliki SIM.

“Mengakui kesalahan bukan sesuatu yang buruk, tetapi mengakui bahwa kita manusia memiliki kesalahan,” papar Luki.

4. Pelajari nilai dan budaya perusahaan

Luki melanjutkan, pelamar perlu mempelajari budaya dan nilai organisasi atau perusahaan yang dituju. Hal tersebut karena ketika seseorang ditolak, bukan berarti karena dia kurang pintar atau kurang berpengalaman. Bisa jadi karena karakternya tidak sesuai dengan budaya dan nilai dalam organisasi tersebut.

Sebagai contoh, perusahaan teknologi informasi mungkin tidak membutuhkan orang yang suka bergaul karena membuat program biasanya hanya dikerjakan sendiri atau hanya dengan satu timnya. Berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang butuh kerja sama tim sehingga orang yang individualis tidak cocok dengan budaya tersebut.

“Melihat kesesuaian pelamar dengan budaya dan nilai organisasi tersebut bisa melalui wawancara, LGD, atau penilaian psikotes,” jelas Luki.

5. Percaya diri

Masing-masing orang memiliki karakter tersendiri. Ketika tahap wawancara, pelamar perlu menunjukkan sisi positif dari dirinya. Ketika ditanyai pengalaman, jawablah dengan percaya diri agar dapat meyakinkan interviewer bahwa pelamar tersebut bisa bekerja dan layak dipertimbangkan.

“Saat kita melakukan wawancara, sebenarnya itu merupakan momen kita jualan diri sendiri agar layak dipertimbangkan sebagai kandidat yang potensial,” ujar Luki.

Selain itu, penampilan ketika melakukan interview yang terpenting adalah rapi dan bersih. Tidak perlu mahal atau aneh. Pemakaian make-up juga tidak perlu terlalu tebal. Kemudian, duduk tegak. Kaki menyilang tidak masalah, tetapi duduk harus tegak.

“Jangan gugup ketika wawancara karena nanti ngeblank dan jadi lupa semuanya. Anggap saja pewawancara ingin tahu diri kita itu seperti apa,” ucapnya.

6. Media sosial

Media sosial juga diperhatikan oleh recruiter di beberapa perusahaan, terutama media sosial populer seperti Instagram dan LinkedIn. Hal tersebut karena media sosial mencerminkan bagaimana karakteristik kandidatnya. Jika akun digunakan untuk berjualan, hal tersebut masih baik-baik saja atau jika akun jarang upload juga masih diwajari karena tidak semua orang suka memamerkan sesuatu.

“Kalau BUMN biasanya akan melihat apakah ada ujaran kebencian dan provokasi dalam postingan para pelamar, itu biasanya kita hindari,” lanjutnya.

Beberapa perusahaan besar juga sudah melakukan background check melalui media sosial agar tidak kecolongan. Perusahaan tidak ingin kandidat yang direkrut justru menjadi provokator.

Kepada mahasiswa Unair atau alumni Unair yang sedang berjuang mencari kerja, Luki berpesan agar mereka percaya diri dan bangga menjadi lulusan Unair. Hal tersebut karena selama pengalaman Luki melakukan recruitment dan wawancara, lulusan Unair cenderung tidak percaya diri, tidak mau tampil di depan padahal pintar, aktif berorganisasi, dan tidak kalah dari lulusan yang lain.

“Kalau dulu anak Unair secara garis besar cenderung pintar, tetapi tidak mau tampil di depan dan lebih suka di belakang layar, perlu dibangun mentalnya agar bangga dengan almamater dari percaya pada diri sendiri bahwa lulusan Unair adalah lulusan terbaik di bidangnya masing-masing,” pungkas Luki. (*)