Beberapa waktu lalu, pengguna Tiktok sempat dikejutkan dengan salah seorang warganet yang membuat video mengenai obat Duphaston. Dalam video tersebut disebutkan beberapa kegunaannya, antara lain obat untuk menstruasi yang tidak teratur, lapisan rahim yang berada di luar rahim, menstruasi yang menyakitkan, tidak subur, mencegah keguguran, serta mengobati gejala premenstruation syndrome (PMS).

Namun, dalam video tersebut, tidak disebutkan mengenai kandungan bahkan efek samping yang diakibatkan obat tersebut. Video tersebut mendapat tanggapan beragam dari pengguna Tiktok. Ada yang memberikan testimoni perihal obat tersebut. Ada juga yang cara mendapatkan obat tersebut.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof Dr Suharjono MS Apt. (Foto: Istimewa)

Menanggapi hal itu, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Suharjono MS Apt mengatakan, obat Duphaston tidak boleh digunakan sembarang. “Obat ini isinya analog progesterone. Khasiatnya untuk memperkuat kandungan pada trimester pertama agar tidak keguguran.”

Obat ini termasuk dalam jenis obat keras. Prof Suharjono menegaskan, penggunaan obat ini harus dengan resep dokter. “Umumnya yang memberi resep ini dokter spesialis kandungan.”

Prof Suharjono berpesan kepada apoteker untuk mengedukasi masyarakat dengan benar. Ada beberapa hal yang harus apoteker sampaikan kepada masyarakat. Pertama, edukasi mengenai keamanan obat.

“Edukasi yang disampaikan, misal efek samping bila ada serta cara menghindarinya. Lalu apabila terjadi efek samping,  disarankan untuk melapor kepada dokter pemberi resep atau apoteker yang sedang bertugas,” katanya.

Kedua, edukasi perihal dosis yang harus dikonsumsi. “Edukasi dosis yang harus diminum, frekuensinya, cara minumnya sebelum atau setelah makan, waktu yang tepat untuk minum obat pagi, sore, atau malam, cara minumnya seperti apa apakah ditaruh di bawah lidah, dikunyah, atau ditelan utuh,” jelas Prof Suharjono.

Ketiga, lama penggunaan obat. Tidak semua obat penggunaannya seterusnya. Ada yang dosis tunggal, berulang beberapa hari sampai bulan dan tahun untuk penyakit infeksi, seperti HIV/AIDS, non-infeksi atau degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dan epilepsi.

“Masyarakat harus diberi edukasi bagaimana cara menyimpan obat dan cara untuk mengulang mendapatkan obat. Jika ada obat sisa jangan mudah memberikan ke orang lain,” imbuh Prof Suharjono.

Ia berpesan agar masyarakat berhati-hati dalam membeli obat. Mengingat tidak semua obat bisa diperjualbelikan secara bebas. “Jika membutuhkan obat, bisa datang dan menemui apoteker yang bertugas. Namun, belilah obat yang sesuai indikasi dan aman, terutama obat yang dijual bebas, bukan obat keras.”

Ia juga berharap masyarakat tidak mudah percaya akan segala informasi yang diberikan melalui media sosial dan harus lebih berhati-hati. “Masyarakat harus mengenali siapa yang memberikan informasi dan identitasnya harus jelas,” pungkasnya.

Kunjungi unair.ac.id untuk mengetahui lebih lengkap tentang informasi seputar Universitas Airlangga.