Saat ini, pencitraan hiperspektral tidak banyak diadopsi dalam domain komersial, termasuk pertanian. Andi Hamim Zaidan, MSi, PhD, bersama tim di Lembaga Ilmu Hayati Teknik dan Rekayasa Universitas Airlangga (LIHTR Unair) menciptakan teknologi hiperspektral untuk pertanian dan budi daya perairan.

Manfaat teknologi hiperspektral untuk pertanian cukup unik, mampu mengarakterisasi berbagai bahan kimia dan sifat biologis tumbuhan dan tanah dengan cara menganalisis sifat reflektifnya dalam rentang sempit pita spektral.

“Pencitraan hiperspektral memperluas penglihatan manusia dan dapat menangkap masalah yang tidak terlihat oleh ahli agronomi,” tutur dosen Fisika Unair tersebut pada Senin (5/4/2021).

Teknologi pencitraan hiperspektral, sambungnya, memungkinkan penangkapan semua jenis variabilitas, meliputi varietas, cuaca, hingga jenis tanah. Spektral tinggi resolusi pencitraan hiperspektral memperluas beberapa masalah potensial yang dapat diatasi dengan menggunakan spektral pencitraan.

Zaidan, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa pencitraan hiperspektral seperti pencitraan spektral lainnya, mengumpulkan dan memproses informasi dari seluruh spektrum elektromagnetik. Panjang gelombang elektromagnet hiperspektral termasuk dalam daerah cahaya tampak (400-700 nanometer).

Manfaat dalam pertanian

Pencitraan hiperspektral tersebut memiliki beragam manfaat untuk dunia pertanian. Mengukur relevansi tanaman menggunakan kamera pencitraan hiperspektral yang dipasang pada drone atau pesawat berawak; menganalisis spektrum cahaya yang dipantulkan dan mengkorelasikannya dengan tanaman dan karakteristik tanah. Selain itu, mengidentifikasi potensi masalah pertanian, seperti penyakit, kekurangan nutrisi, gulma, hingga tekanan lingkungan.

Selain itu, aplikasi pertanian dan budi daya perairan yang dikembangkan Zaidan dan tim memiliki beberapa manfaat. Di antaranya, dapat mengetahui nutrisi dan pemupukan tanaman, termasuk makro dan mikronutrien (P, K, Mg, Mn, Cu, Mn, Zn); dan mendeteksi penyakit dini dan stres, misalnya penghijauan jeruk.

“Bisa mengetahui adanya indikator biofisik sepanjang fenotipe tinggi untuk mendukung pemuliaan tanaman percobaan. Analisis sifat biofisik, misalnya, LAI, biomassa, hasil, kepadatan. Diskriminasi spektral spesies tumbuhan, tipe vegetasi dan genotipe mereka, dan analisis sifat biokimia, misalnya antosianin, karotenoid, klorofil,” ujarnya.

Saat ini, untuk budi daya perairan, LIHTR bermitra dengan Shrimp Club Indonesia mengembangkan teknologi hiperspektral untuk surveillance kondisi dan kualitas air di tambak udang vannamei. Teknologi hiperspektral diharapkan mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil budidaya udang vannamei di Indonesia.

Satelit sebagai pengambil data

Zaidan mengungkapkan bahwa teknologi ini menggabungkan antara data satelit dan pengujian lapangan untuk mendapatkan hasil citra spektra yang baik. Dalam pengambilan data, cahaya matahari berpengaruh sebagai pencahayaan obyek, yang hasil pantulan obyek akan direkam dalam sensor jarak jauh.

Artificial intelligence berperan penting dalam pemrosesan data. Pencitraan hiperspektral akan dilakukan pemisahan band dan dekomposisi PCA. Lalu, data hiperspektral akan digabung dengan data hasil dekomposisi PCA menghasilkan data rekonstruksi yang lebih detail dengan proses konvolusi-dekonvolusional jaringan saraf. Pada akhirnya, dilakukan optimasi mesin pembelajaran ekstrem yang menghasilkan peta klasifikasi.

Sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Unair mendukung sumber daya manusia (SDM)-nya untuk menciptakan inovasi yang memiliki kebermanfaatan di masyarakat. Untuk mengetahui berbagai inovasi yang telah diciptakan SDM Unair, klik unair.ac.id. (*)