Dalam beberapa hari terakhir, konflik antara Israel dan Palestina masih terus berkecamuk, mulai dari wilayah Yerussalem Timur, Masjidil Aqsa, hingga Jalur Gaza. Konflik ini sendiri diawali oleh bentrok warga sipil Palestina dengan militer Israel karena ancaman penggusuran rakyat Palestina dari daerah Sheikh Jarrah.

Selain menimbulkan kecamuk di wilayah konflik, ternyata serangan Israel tersebut dinilai juga akan berdampak terhadap upaya normalisasi hubungan diplomatik negara-negara Arab dengan wilayah mayoritas Yahudi tersebut.

Hal itu disampaikan langsung oleh Dosen Hubungan Internasional dan Ahli Kajian Timur Tengah Universitas Airlangga (Unair) M Muttaqien SIP MA PhD.

Beberapa tahun terakhir, negara-negara Arab, seperti Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan memang tengah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Meski Palestina menganggapnya sebagai bentuk pengkhianatan, langkah tersebut terus berjalan.

Namun apabila melihat perkembangan terbaru, Muttaqien menilai bahwa sentimen negatif masyarakat dunia menjadi ancaman nyata dari upaya tersebut.

“Sebenarnya sejak awal, rakyat Arab di negara-negara yang melakukan normalisasi itu mayoritas tidak mendukung. Tapi mengingat sistem negara-negara Arab itu non-demokratis, ada celah yang digunakan pemerintah untuk melakukan normalisasi meski tanpa dukungan masyarakat,” jelasnya.

Salah satu contoh dari pergolakan ini dapat dilihat di Yordania yang menghadapi sentimen besar dari publik terhadap Israel. Warga Yordania melayangkan tuntutan agar Kedutaan Besar Israel di Yordania ditutup mengikuti eskalasi konflik di Gaza.

Makanya negara yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel menghadapi tantangan besar yang muncul dari warga negaranya sendiri,” imbuhnya.

Muttaqien juga menyebut bahwa konflik Israel dan militan Hamas memicu pergolakan domestik di Israel sendiri. Selain memiliki mayoritas penduduk Yahudi, sebanyak 20 persen warga negara Israel adalah keturunan Arab dan Palestina yang saat pendudukan Israel tetap bertahan dan menjadi warga negaranya.

“Hal itu menimbulkan gejolak karena solidaritas dukungan bagi Palestina di antara orang-orang Arab, mana pun, sebenarnya masih sangat besar,” paparnya.

Tidak mengherankan jika kemudian Israel dalam perkembangan terbaru menyerang kompleks perkantoran media seperti kantor berita Al-Jazeera. Tujuannya sendiri, seperti yang pernah terjadi di konflik tahun 2014, membendung ekspos pemberitaan di Gaza bagi masyarakat Arab maupun internasional.

Oleh karena itu, Muttaqien menekankan bahwa negara-negara Arab harus mempertimbangkan kembali keputusan normalisasi dengan Israel, khususnya mengingat langkah Israel selama ini dapat dikategorikan sebagai penjajahan dan apartheid.

Unair sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia berkomitmen mendorong sivitas akademika untuk berkontribusi kepada masyarakat luas. Untuk mengenal Unair lebih dekat, kunjungi unair.ac.id. (*)