Beberapa waktu lalu, tiga tenaga kesehatan (nakes) di Bangkalan meninggal dunia terkonfirmasi positif Covid-19. Sejumlah pakar menduga, ketiga nakes tersebut terpapar varian baru Sars-CoV-2, yaitu Varian B117 atau yang kini disebut Alpha dan B1351 atau Beta. Lantas benarkah varian baru tersebut mampu menginfeksi meski seseorang telah divaksinasi?

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) sekaligus pakar imunologi Universitas Airlangga (Unair) Dr Agung Dwi Wahyu Widodo dr MSi MKedKlin SpMK menjelaskan, walaupun sudah divaksin, seseorang dapat mengalami proses re-infeksi. Hal itu timbul karena beberapa sebab. Pertama, dikarenakan produk antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi masih belum tinggi. Alhasil, tubuh tidak mampu melakukan netralisasi virus yang masuk sehingga virus menyebar dan menghasilkan penyakit.

“Pada beberapa kasus, walaupun sedikit, bisa terjadi re-infeksi pada varian Alpha. Begitu pula dengan varian Beta yang dapat menimbulkan re-infeksi juga walaupun tidak tinggi,” terangnya dalam wawancara Rabu malam (9/6/2021).

Yang kedua, sambungnya, pada orang tertentu kemungkinan antibodi memang tidak dihasilkan terlalu tinggi sehingga yang terjadi virus dapat bertahan dan menimbulkan infeksi.

Sementara itu, Agung memaparkan bahwa Hong Kong dan beberapa negara Eropa serta Amerika menemukan ternyata virus yang menginfeksi setelah vaksinasi atau re-infeksi adalah virus yang berbeda varian. Menurut Agung, hal itu memungkinkan terjadinya proses re-infeksi. “Meski sudah divaksin, karena coronavirus-nya beda varian, bisa terjadi proses re-infeksi tadi,” tambahnya.

Terkait efikasi vaksin pada varian baru, Agung menyampaikan bahwa secara umum varian Alpha dapat dinetralisir terhadap hampir semua vaksin. Sedangkan pada varian Beta, banyak vaksin mengalami proses penurunan efikasi.

“Beberapa waktu yang lalu, WHO sudah merilis laporan riset tentang efikasi vaksin dari berbagai vaksin yang ada di dunia. WHO menyebutkan bahwa efikasi vaksin beragam antara satu orang dan yang lain bagaimana responsnya terhadap varian tadi,” terang Dewan Pakar Satgas Covid-19 IDI Jatim itu.

Agung mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir tentang efikasi dari vaksin yang diberikan di Indonesia. Sebab, ia menegaskan, Sinovac masih dapat digunakan pada kedua varian tersebut.

Perlu diketahui, secara epidemiologi, virus yang berasal dari Inggris dan Afrika Selatan itu mampu menyebar dengan cepat sehingga meningkatkan insiden serta menimbulkan kesakitan dan kematian yang tinggi. Untuk itu, Agung menyarankan agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengantisipasi lonjakan kasus.

“Sarana dan prasarana perawatan harus ditingkatkan terutama keberadaan ruang isolasi untuk pasien, baik yang perlu diisolasi sebagai OTG ataupun orang yang mengalami sakit Covid mulai dari ringan hingga berat. Selain itu, tidak lupa menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Dimulai dengan menggunakan masker yang benar; cuci tangan; menjaga jarak dengan baik; mobilitas dibatasi. Itu semua tujuannya dalam rangka untuk mencegah proses transmisi virus,” tegasnya menutup wawancara.

Sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Unair terus berupaya memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Untuk mengetahui kiprah Unair, kunjungi laman unair.ac.id. (*)