Pandemi tidak menghalangi lima mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST Unair) untuk berkarya. Kali ini, lima mahasiswa menciptakan sebuah alat reaktor produksi kitosan dengan memanfaatkan limbah dari peternakan maggot.

Lima mahasiswa itu adalah Firman Hidayat, Mikhail Naufal, Muhamad Faqih, Abdufattah Yurianta, dan Muhamad Rizaldi Bin Nuryasin. Mereka berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa-Penerapan Iptek (PKM-PI) tahun 2021 yang diadakan oleh Kemendikbudristek RI.

Firman Hidayat selaku ketua tim menjelaskan bahwa terdapat peternakan maggot yang merupakan peternakan larva lalat tentara hitam (Lalat BSF) bernama UMKM Stargot. Namun, didapatinya terdapat permasalahan dalam pengelolaan limbah yang belum maksimal dan tidak menghasilkan profit.

Alat produksi kitosan“UMKM Stargot ini ada tiga tempat, pertama di Kramat, Sidoarjo, dengan jumlah produksi pupuk organik sebesar 200 kilogram per hari, kemudian di Porong dengan jumlah produksi 1,9 ton per hari, dan Lamongan juga 1,9 ton per hari. Tetapi, saat ini, kami mengambil sampelnya di Sidoarjo,” jelas Firman.

“Salah satu limbah yang dihasilkan dalam peternakan tersebut adalah cangkang Lalat BSF, hanya dibuang begitu saja, padahal cangkang itu mengandung kitin sekitar 23,2 persen dari total massanya. Jika diolah dengan benar bisa menjadi usaha baru berupa hasil kitosan. Nah, dari situ, muncul potensi menawarkan alat GC-Reactor untuk produksi,” sambungnya.

Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Mekanik FST Unair. Respons positif muncul dari mitra yaitu UMKM Stargot saat pengambilan sampel data.

Cara kerja alat buatan Firman dan tim yakni menggunakan alat pemanas dari gelombang mikro atau microwave. Ia dan tim menilai, dalam proses deasetilasi yakni proses dari kitin menjadi kitosan lebih cepat sebab memiliki derajat yang lebih tinggi.

“Prosesnya hampir sama dengan pembuatan kitosan pada umumnya hanya lebih cepat saja kalau pake reaktor. Pertama, limbahnya dimasukkan ke lubang reaktor kemudian dipanaskan menggunakan microwave. Selanjutnya, diaduk dengan alat pengaduk atau stirrer yang ada di alatnya itu. Nanti juga ada keran katup buat lubang keluaran hasilnya,” papar Firman.

Nantinya, kata Firman, alat yang diciptakan bersama tim diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mitra dalam mengolah limbah cangkang pupa lalat BSF menjadi kitosan sebagai bisnis yang menguntungkan.

Selain bisa mengefisiensikan waktu dalam proses pembuatan kitosan pada umumnya, Firman mengklaim alat tersebut ramah lingkungan tanpa menghasilkan residu berbahaya saat proses produksinya.

Unair merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia yang mendorong sivitas akademikanya senantiasa memberikan kontribusi di masyarakat. Untuk mengetahui kiprah mahasiswa dan alumni Unair lainnya, kunjungi laman unair.ac.id. (*)